Vinsens dikenal
cerdas, namun tidak bisa bersekolah karena ketidak mampuan orangtuanya
membiayai sekolah. Untunglah Tuan Comet, seorang dermawan, bersedia
menyekolahkan dia. Pada umur 15 tahun, Vinsens mengikuti panggilan
nuraninya untuk menjadi imam. Ia masuk Seminari. Orangtuanya bingung
dengan cita-citanya itu. Tetapi akhirnya mereka pun meluluskan
permintaannya. Mula-mula Vinsens belajar di sebuah kolese Fransiskan di
kota Dax, lalu melanjutkan pendidikannya di Universitas Toulouse.
Karena kecerdasannya, ia dapat menyelesaikan studinya dalam waktu yang
singkat. Pada tahun 1600, ketika berusia 20 tahun, ia ditahbiskan
menjadi imam, sambil melanjutkan studi hingga meraih gelar Sarjana
Teologi di Universitas Toulouse pada tahun 1604.
Pada tahun 1605,
dalam perjalanan pulang seusai studinya, kapal yang ditumpanginya
disergap bajak-bajak laut dari Turki di Laut Tengah. Vinsens ditangkap
dan digiring ke pasar budak Tunisia. Di sana dia dibeli oleh seorang
saudagar dari Afrika Utara. Selama dua tahun, Vinsens mengalami banyak
penderitaan karena perlakuan kasar majikannya. Namun dia dengan sabar
dan rendah hati menanggung semuanya itu. Teladan hidupnya akhirnya
berhasil mematahkan kekerasan hati tuannya sehingga dia tidak disiksa
dengan pekerjaan-pekerjaan berat. Pada tahun 1607, Vinsens berhasil
meloloskan diri dari cengkeraman tuannya dan lari ke Roma. Di Roma ia
belajar lagi Teologi selama dua tahun sebelum kembali ke Prancis.
Di Prancis, ia
bekerja di paroki Clichy di pinggiran kota Paris. Di bawah bimbingan
Pater Pierre de Berulle, seorang teolog terkenal yang kemudian menjadi
Kardinal, ia menjadi seorang imam yang disukai umat. Atas permintaan
Pater de Berulle, ia menjadi pengajar pribadi putera tertua Philippe
Gondi, seorang bangsawan terkemuka dari Prancis. Dalam keluarga
bangsawan ini Vinsens mulai mencurahkan seluruh kemampuannya. Ia tidak
hanya mengajar tetapi juga memberikan bimbingan rohani kepada para
petani yang bekerja, di perkebunan-perkebunan keluarga Gondi di
Champagne dan Picardy. Kepada mereka, Vinsens mengajarkan
kebajikan-kebajikan iman Kristen dan mendorong mereka untuk selalu
menerima sakramen terutama Komuni Kudus serta kembali kepada praktek
iman Kristen yang benar dalam hidup sehari-hari.
Pada tahun 1617,
Vinsens diangkat sebagai pastor paroki ChatillonLes-Dombes. Paroki ini
tergolong sulit dan berat karena sarat dengan masalah kemerosotan moral
dan praktek kekafiran. Vinsens ternyata orang hebat. Ia berhasil
mempertobatkan umat paroki itu hanya dalam waktu satu tahun. Kesalehan
hidupnya dan caranya melayani umat sanggup mematahkan kedegilan hati
umat. Di paroki itulah, Vinsens mulai merintis pendirian tarekat
Persaudaraan Cintakasih. Ia berhasil menarik 20 orang wanita yang
dengan sukarela mengunjungi orang-orang sakit dan para fakir miskin di
seluruh wilayah paroki.
Menyaksikan prestasi
Vinsens, Jean Francois de Gondi, Uskup Agung Paris dan saudara kandung
Philippe Gondi, meminta Vinsens mendirikan sebuah tarekat misioner
untuk mewartakan Injil dan melayani sakramen-sakramen di seluruh
wilayah keuskupannya. Tarekat misioner ini kemudian dikenal luas dengan
nama 'Kongregasi Imam untuk Karya Misi' atau Kongregasi Misi.
Imam-imam dalam kongregasi ini lazim juga disebut 'Imam-imam Lazaris'.
Pada mulanya mereka bermarkas di Kolese des Bos-Enfants, yang
dipercayakan kepada Vinsens oleh Uskup Agung Jean Francois de Gondi.
Masalah besar yang
dihadapi Vinsens ialah kurangnya persiapan imam-imam diosesan Prancis
untuk tugas-tugas pastoral. Untuk mengatasinya, Vinsens mulai
melancarkan program pembinaan rohani khusus untuk para calon imam yang
akan ditahbiskan. Untuk itu, ia memindahkan pusat karyanya ke biara
Santo Lazarus di Paris atas dukungan kepala biara itu. Di biara itu,
Vinsens memprakarsai pertemuan mingguan untuk imam-imam diosesan, dan
kegiatan pemeliharaan anak-anak yatim-piatu dan para fakir miskin.
Melalui pertemuan mingguan itu, ia berhasil mendidik sejumlah orang
saleh dari Prancis, seperti Jacques Benigne Bossuet dan Jean Jacques
Olier, pendiri Serikat Santo Sulpice.
Bagi para miskin dan
orang sakit, ia mendirikan banyak Yayasan Persaudaraan Cintakasih,
yang telah dimulainya di paroki Chatillon-LesDombes. Louise de
Marillac, janda Antoine Le Gras yang kemudian digelari kudus,
ditugaskan untuk mengurus yayasan-yayasan itu. Orangorang kaya
dimintanya menyumbangkan sejumlah kekayaannya bagi orang-orang miskin.
Beberapa wanita di bawah pimpinan Louise de Marillac dibimbingnya untuk
menangani karya itu. Kelompok kecil ini terus bertambah jumlahnya dan
akhirnya menjadi satu kongregasi tersendiri, Kongregasi Suster
Puteri-puteri Cintakasih. Kelompok suster ini merupakan kelompok
religius terbesar dalam Gereja dewasa ini. Semangat dua kongregasi
religius yang didirikannya diilhami oleh pandangannya tentang cinta
kepada Tuhan yang bersifat praktis: "Cintailah Tuhan dengan kedua
tanganmu sampai kecapaian dan dengan butir-butir peluh yang mengucur
dari wajahmu!" Vinsensius a Paulo meninggal dunia di Paris pada tanggal
27 September 1660. Oleh Paus Klemens XII, ia digelari 'kudus' pada tahun 1737, dan oleh Paus Leo XIII diangkat sebagai pelindung semua karya dan perkumpulan cintakasih.
Sumber: http://www.imankatolik.or.id/kalender/27Sep.html
Sumber: http://www.imankatolik.or.id/kalender/27Sep.html
0 komentar:
Posting Komentar